Mengenal Royalti
0Saturday, 27 July 2013 by Unknown
Dalam dunia sastra, menulis
bukanlah suatu hal yang asing. Selama masih banyak orang yang senang membaca,
maka kesempatan menjadi penulis masih terbuka lebar. Banyak orang yang sudah
mencoba terjun didunia penuh aksara ini. Tak sedikit pula yang menjadikannya
pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan. Lalu, darimana penulis bisa
mendapatkan pemasukkan dari hasil tulisannya? Tentu saja dengan menerbitkan
tulisannya melalui jasa penerbit buku. Penerbit buku akan menerbitkan tulisan
sang penulis kemudian dijual luas ke masyarakat. Bukan hanya atas penjualan
buku cetakan, namun juga dari ide cerita buku tersebut yang dijadikan film atau
dicetak ulang sebanyak beberapa cetakan. Keuntungan yang dihasilkan dari penjualan
dan penggunaan hak cipta tersebut merupakan keuntungan bagi penulis yang sering
kita kenal dengan royalti.
Royalti buku adalah pembayaran
yang diberikan oleh penerbit kepada penulis buku berupa persentase tertentu
dari harga jual buku dalam periode tertentu. Dalam Undang-undang Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f, dijelaskan bahwa imbalan berupa royalti
adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan hak atas harta tak berwujud
(misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
informasi).
Sejauh ini, ada dua sistem yang
biasa diterapkan: Pertama; royalti dan Kedua; jual putus.
Royalti
Besaran royalti itu
bervariasi antara penerbit satu dengan penerbit yang lainnya. Masing-masing
penerbit memiliki policy masing-masing. Namun, besaran standar royalti
penerbit di Indonesia adalah 10 % dari harga jual eceran (bruto) per
bukunya. Ada juga yang hanya mematok 5 % dan 7%. ada pula beberapa penerbit
yang mematok royalti 15 %, namun dihitung dari harga bersih (netto) per
bukunya. Harga bersih itu sendiri adalah harga jual buku dikurangi biaya
marketing atau rabat maksimal distributor sebesar 55%.
Royalti itu sendiri diberikan
secara berkala, umumnya setiap enam bulan sekali.
Jika buku dicetak sebanyak 3.000
eksemplar dengan harga jual Rp. 40.000,- dan prosentase royalti adalah 10%.
Setelah 6 bulan ternyata laku 2.000 eksemplar, maka perhitungannya adalah
sebagai berikut :
2.000 eks x Rp. 40.000,- = Rp.
80.000.000,- x 10% = Rp. 8.000.000,-
Besar sedikitnya royalti yang
diperoleh memang relatif. Penulis mendapatkan royalti secara teratur. Apabila
buku dicetak ulang hingga berkali-kali, maka penulis akan terus mendapatkan
royalti. Dan apabila buku telah habis dan tidak dicetak lagi, maka penulis
sudah tidak mendapatkan apa-apa lagi.
Namun royalti yang diterima harus
dipotong PPh sebesar 15% (untuk yang memiliki NPWP) atau 30% (untuk yang tidak
memiliki NPWP). Setelah didapat nilai royalti dari perhitungan di atas, maka
royalty sebenarnya yang diterima penulis setelah dikurangi PPh seperti berikut
:
Jumlah royalti Rp. 8.000.000,-
Pemotongan PPh (Rp. 8.000.000,- x
15%) Rp. 1.200.000,- (-)
Royalti yang diterima Rp.
6.800.000,-
Namun perolehan yang didapat dari
per buku kurang maksimal. Karena biasanya penerbit memberi diskon kepada toko
buku sebesar 30% - 50%, sehingga royalti penulis pun bisa dihitung. Misalnya
buku didiskon 50% dari harga jual Rp. 40.000,-, itu berarti harga jual buku
sama halnya Rp. 20.000,- sehingga 10% dari Rp. 20.000,- adalah Rp. 2.000,-.
Selain royalti, biasanya penulis
juga berhak mendapatkan buku pada cetakan pertama dan cetakan berikutnya.
Keuntungan
- apabila buku penulis laris manis di pasaran, bahkan menjadi best seller, maka royalti kita pun akan terus bertambah.
Kerugian
- Penulis harus menunggu lama setiap akhir periode untuk mendapatkan royalti.
- Apabila buku tidak laku, maka pendapatan penulis pun sedikit.
Sistem Jual Putus
Selain memakai sistem royalti,
penerbit juga menerapkan sistem jual putus (flat). Besaran angka yang dipatok
untuk sistem jual putus ini umumnya berkisar antara Rp 1,5 juta sampai Rp 15
juta, bisa juga lebih, tergantung ketebalan buku, proyeksi pasar, dan
kredibilitas penulis
Sistem jual putus ini menguntungkan
penulis yang membutuhkan dana segera karena terdesak kebutuhan. Kelemahannya,
jika buku itu meledak di pasaran, sang penulis buku itu tidak dapat menikmati
kesuksesan itu. Penerbitnyalah yang meraup untung besar.
Keuntungan
- Penulis hanya menerima satu kali pembayaran tanpa perlu menunggu periode pembayaran.
- Penulis tidak perlu khawatir jika buku tidak laku, karena sudah dibayar dimuka.
Kerugian
- Jika buku ternyata laris manis di pasaran dan bahkan best seller, maka penulis tidak berhak menerima apapun keuntungan dari penerbit.
- Setiap kali terjadi cetak ulang, penulis hanya akan mendapatkan bukti cetak ulang saja.
Anda bisa kaya kalau produktif
menulis. Ya, Anda bisa mengharapkan penjualan royalti menjadi besar kalau
produktif menghasilkan buku paling tidak satu setiap dua bulan (6 judul
setahun). Karena itu, Anda punya cadangan royalti.
Anda bisa kaya kalau buku yang
diterbitkan berharga tangguh. Harga yang tangguh? Harga yang memenuhi
ekspektasi kebanyakan pembaca di Indonesia itu adalah Rp25.000-Rp30.000. Mereka
akan mengatakan bahwa buku itu terjangkau atau murah. Harga-harga buku di pasar
ritel seperti Indomaret atau Alfamart tidak jauh dari angka itu.
Anda bisa kaya kalau buku yang
diterbitkan memang buku laris. Hal ini berhubungan dengan harga yang
tangguh dan kelarisan buku. Percuma Anda punya buku seharga Rp75.000.000,
tetapi lakunya setahun cuma 200 eksemplar. Apa ukuran laris itu? Bagi saya
ukuran laris itu ya kalau sudah mampu cetak ulang kedua atau buku paling tidak
terjual 4.000-5.000 eksemplar dalam setahun. Ini belum masuk ukuran best
seller. Best seller itu ya kalau sudah masuk cetakan ketiga dan
seterusnya, lalu mampu bertahan dalam rentang 2-3 tahun tanpa putus dengan
angka penjualan di atas 50.000 eksemplar
Anda bisa kaya kalau Anda
proaktif ikut menjual buku.Nah, Anda juga bisa kaya kalau ikut menggenjot
penjualan buku, apalagi jika Anda seorang public speaker.
Anda bisa kaya kalau strategi
dan sistem penjualan penerbit berjalan baik. Sekuat apa pun buku Anda,
setangguh apa pun harga buku Anda, akan sia-sia jika buku Anda dikelola
penerbit yang tidak profesional dalam pemasaran. Penerbit seperti ini meskipun
punya tim pemasaran (marketing), terkadang buku Anda justru tidak
terpromosikan, tidak terdisplay dengan baik, sulit ditemukan, dan akhirnya
tidak terjual.
Anda bisa kaya kalau sistem
pelaporan penerbit profesional. Adakah penerbit yang tidak tahu sampai hari
ini buku Anda terjual berapa eksemplar? Jawabnya, ada! Hal ini disebabkan
sistem pelaporan yang tidak standar, kacau, dan tidak terkoneksi pada
distributor ataupun cabang-cabang penjualan.
Jadi, kesimpulannya urusan
royalti itu berkelindan antara penulis-penerbit dan faktor-faktor yang
memengaruhinya, seperti konten buku, momentum/event, harga buku, oplag/tiras
buku, daya jual buku (kadang disebut juga daya serap), strategi pemasaran buku,
dan sistem pelaporan penjualan buku. Penulis tidak akan pernah bisa kaya selama
penerbit juga belum siap benar menerapkan sistem royalti yang standar dan belum
siap benar mengelola pemasaran buku yang optimal.
Orang-orang yang sukses dari
royalti buku: dari dalam negeri contohnya Andrea Hirata, Habiburrahman
El-Shirazzy, Dee Lestari, Raditya Dika, Asma Nadia.
Luar Negeri: JK. Rowling, Sir
Arthur Conan Doyle, Agatha Christie
Sumber:
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/05/01/hukum-royalti-buku/
http://media.kompasiana.com/new-media/2012/01/06/mengintip-hitung-hitungan-royalti-penulis-buku-425255.html
http://manistebu.wordpress.com/2012/04/05/mengapa-saya-tidak-bisa-kaya-dari-royalti-ii/
http://img-nikenlarasati.blogspot.com/2012/10/sistem-pembayaran-penulis-buku-jual.html
http://untungpustaka.blogspot.com/2013/02/royalti-dan-transparansi-penerbit.html
http://www.anneahira.com/nama-penulis-terkenal.htm
Powered by Blogger.